KESENIAN BUNCIS BANYUMAS, KALIWEDI KEBASEN

Komunikasi UNSOED Apresiasi Budaya Lokal Melalui Gelar Seni Tradisional 'Buncis'
http://unsoed.ac.id/id/node/565

[www.unsoed.ac.id, Rabu 12/10/11] Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UNSOED semakin menguatkan komitmen untuk mengembangkan budaya dan nilai-nilai kearifan lokal. Salah satunya adalah dengan adanya mata kuliah pilihan komunikasi tradisional yang di luar dugaan diambil oleh hampir seluruh mahasiswa satu angkatan Jurusan Komunikasi. Berbagai cara inovatif dilakukan dalam perkuliahannya, salah satunya adalah dengan mengundang kelompok kesenian ‘Buncis’ untuk tampil di FISIP UNSOED sekaligus diwawancarai oleh mahasiswa peserta kuliah. Sebelum ini pernah pula para mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah dalam perkuliahan mengenakan pakaian tradisional lengkap. Ketika ditemui di Ruangannya, Dosen pengampu mata kuliah komunikasi tradisional Drs. Chusmeru, M.Si mengatakan bahwa banyaknya jumlah peminat mata kuliah ini menandakan bahwa generasi muda masih memiliki minat terhadap budaya tradisional khususnya budaya Banyumas. “Untuk tahun ini jumlah mahasiswanya 82 orang” demikian kata Pak Chusmeru. Lebih lanjut Pak Chusmeru mengatakan bahwa tujuan adanya mata kuliah ini adalah agar generasi muda mengenal, mencintai dan ikut melestarikan budaya daerah sehingga dalam aplikasinya dilaksanakanlah praktikum mengenakan pakaian tradisional, mengundang kelompok kesenian tradisional datang ke kampus dan dalam waktu dekat mahasiswa juga akan membawa makanan tradisional. “Kali ini kami mengundang kelompok kesenian buncis yang eksistensinya cukup memprihatinkan karena 20-30 tahun yang lalu kesenian hampir ada di seluruh Kabupaten di eks karesidenan Banyumas, tapi sekarang di Banyumas tinggal satu ini, Buncis dari Kebasen”. Pak Chusmeru mengatakan, “Tujuan utama dilaksanakan kuliah ini adalah sebagai apresiasi terhadap budaya daerah pada umumnya dan budaya Banyumas pada khususnya, sebagai salah satu upaya konservasi budaya Banyumas di tengah peradaban global dan derasnya informasi hiburan di media massa, kita mencoba untuk ikut memberi kontribusi terhadap pelestarian budaya Banyumas dan saya pikir ini sejalan dengan pola ilmiah pokok UNSOED” Kesenian buncis sendiri ada dua versi, Pertama berupa Golek Gendhong yang berkembang di Desa. Kaliwedi. Para pemainnya tidak mengalami trance. Mereka hanya bergoyang mengikuti irama calung. Versi yang pertama ini yang diundang ke Jurusan Komunikasi FISIP UNSOED. Versi kedua adalah Buncis yang tidak memiliki Golek Gendhong. Para pemainnya mengenakan kostum mirip suku pedalaman dan make up arang yang dibalurkan di muka. Di sini, biasanya pemain mengalami trance layaknya kesenian tradisional Banyumas lain, seperti Ebeg. Buncis yang ditampilkan di Jurusan Komunikasi FISIP UNSOED adalah Buncis yang melegenda. Secara harfiah, Buncis berasal dari dua kata, yaitu bun sama dengan buntaran, yang berarti gagang keris dan cis yang berarti keris kecil. Ada kisah dibalik kesenian ini. Dulu di daerah Purwokerto Barat terdapat Kadipaten Gentayakan. Kala itu, Raden Prayitno yang usianya masih muda diperintah ayahnya, segera mencari pasangan untuk menggantikannya sebagai adipati. Raden Prayitno pun menyepi di kamarnya dan mendapat sebuah wangsit, ia akan bertemu se­orang gadis bernama Dewi Nur Kanthi, anak dari Demang Kalisalak (kini menjadi Desa Kalisalak, Kecamatan Kebasen, Banyumas). Ia pun berangkat untuk melamar sang putri ditemani punggawanya. Ternyata pada saat bersamaan, gadis itu sedang dilamar oleh pangeran dari Pulau Majeti (selatan Pulau Nusakambangan, Cilacap). Perkelahian pun tak terhindarkan. Prayitno kalah, ia pun mundur dan meminta bantuan kepada Sunan Giring. Oleh orang sakti itu, ia diberi sebilah keris. Prayitno pun kegirangan dan berlari untuk membalas kekalahannya. Karena ke­girang­an, ia terpaduk batu dan terjatuh. Keris itu pun lepas dari gagangnya. Seketika gagang keris itu berubah menjadi sosok manusia berwajah seram dan kerisnya berubah menjadi seekor ular. Kedua sosok itu berkata kepada Prayitno jika dapat mengalahkan pangeran dari Pulau Majeti, akan menggendong Prayitno dari Kademangan Kalisalak ke Kadipaten Gentayakan. ”Dengan bantuan pusaka sakti itu, Prayitno dapat mengalahkan saingan cintanya. Dan janji itu pun dipenuhi oleh sosok manusia seram itu. Prayitno digendong hingga kediamannya. Dari situlah kesenian buncis berkembang. Penampilan kesenian Buncis di Jurusan Komunikasi FISIP UNSOED, mendapat apresiasi yang luar biasa dari para mahasiswa dan para hadir. Tampak terlihat Dekan FISIP Drs. Muslichudin, M.Si hadir didampingi Pembantu Dekan II, Waluyo Handoko, M.Sc dan Kepala Bagian Tata Usaha Ani Nuraeni, SH., MM (HP & S’nardi)

0 Response to "KESENIAN BUNCIS BANYUMAS, KALIWEDI KEBASEN"

Posting Komentar