WISATA KALIWEDI

A
B
C
C

Taman Baca Astina

Jl. Ngasinan, Kaliwedi, Kecamatan Kebasen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah 53172. Lihat peta

teknologi gadget ini tentunya sedikit banyak pasti mempengaruhi pola pergaulan, pendidikan, dan tatanan sosial masyarakat kita. Sekarang kita bisa dengan mudah menjuampai sekelompok remaja atau pemuda yang saling berhadapan namun tak kunjung muncul percakapan. Berkumpul pada suatu tempat yang sama tetapi semua sibuk menunduk dengan dunianya masing-masing. Dengan kata lain, gadget mampu mendekatkan yang jauh sekaligus mampu menjauhkan yang dekat. Belum lagi dengan anak-anak yang semakin disibukan dengan gadgetnya. Berbagai macam permainan bisa diakses oleh anak-anak melalui gadgetnya, baik secara online maupun offline. Ini artinya permainan yang ada dalam gadget terasa jauh lebih menyenangkan daripada bermain permainan sungguhan bersama teman-teman.
Dalam kondisi seperti ini, keprihatinan kami terhadap perkembangan generasi anak-anak dan remaja terasa semakin menjadi. Karena kami merasa prihatin dengan keadaan ini, maka langkah yang selanjutnya kami ambil dalam menyikapinya adalah dengan berusaha membuat anak-anak dan remaja mempunyai hobi membaca.

Kenapa harus membaca
Banyak sekali jargon bertebaran mengenai pentingnya kegiatan membaca. Tak susah bagi kita untuk mendapati kalimat “membaca adalah jendela dunia” atau “dengan membaca, maka aku ada”. Hampir keseluruhan dari kita tak ada yang menolak tentang berbagai argumen yang menguatkan dan menerangkan pentingnya membaca. Terlebih di era globalisasi yang semakin menjadi-jadi, membaca menjadi kunci untuk membentuk tameng dan pelindung diri dari berbagai kutukan dan efek samping kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi.

Banyak yang menolak membaca buku dengan alasan semua yang ingin diketahui sudah ada di dalam mesin pencari informasi di internet yang sangat canggih, ajaib, dan sakti, sebut saja mbah google. Semua hal yang ingin kita ketahui sudah tersedia dengan gratis disana. Semua informasi sudah semakin berseliweran di dalamnya. Sedangkan buku hanya menyediakan informasi yang tak terkini dan tak sesuai dengan apa yang kita cari. Tak sedikit yang mengelak dari pentingnya membaca buku. Alasannya adalah membaca dari buku bukanlah membaca yang sebenarnya, membaca itu bisa dari mana saja, termasuk dari lingkungan sekitar, sikap, dan alam semesta. Yang bisa dibaca dari buku hanyalah tulisan dan omongan seseorang.

Tak ada yang salah dengan pendapat dan prasangka tersebut di atas, tetapi lambat laun, pentingnya membaca buku seakan mendesak kami untuk segera meyakinkan kepada khalayak ramai akan pentingnya membaca buku. Buku memang sekilas hanya lembaran kertas-kertas berbau khas yang berisi tulisan-tulisan biasa. Namun jika kita gali lebih dalam lagi ternyata jika kita ingin mendapatkan wawasan, pengetahuan, dan keontetikan dari pengetahuan itu sendiri, buku menyediakan itu semua bagi kita. Terlepas dari buku-buku yang dimanipulasi untuk kepentingan politik, pemutihan sejarah, dan sebagainya, buku tetap menjadi satu referensi yang keren. Dengan membaca buku, kita menggali informasi sampai detail sampai ke akarnya. Pantaslah jika kita harus setuju dengan “ buku adalah jendela dunia “. Artinya jika kita ingin mengetahui tentang bagaimana keadaan dan seluk beluk dunia, kita harus mau membaca tentangnya.

Teringat akan pentingnya membaca, maka tak ada salahnya bagi kami untuk menebarkan virus baca dimana-mana, tak terkecuali di kampung kami yang bernama “Ngasinan” tercinta ini. Membaca bukanlah tuntutan dan kewajiban bagi umat manusia, tetapi setelah kita sadar, membaca adalah kebutuhan bagi kita semua selaku umat manusia yang ingin memanusiakan manusia. Terlebih bagi manusia yang sudah harus adil sejak dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Dan aneh rasanya jika mengaku umat nabi Muhammad saw tetapi tidak mau membaca. Ajaran islam yang dibawanya saja memerintahkan manusia pertama kali adalah untuk membaca, Iqra. Jadi dengan adanya taman baca astina ini adalah wujud ikhtiar kami untuk menyikapi fenomena yang terjadi.

Mulailah dari diri sendiri
Perjalanan ribuan kilometer dimulai dari satu langkah, suatu yang besar dimulai dari yang kecil. Kami sangat faham dengan kaidah itu, sehingga dengan kondisi dan keadaan bagaimanapun kami harus memulai ini dari diri sendiri, dan dari hal kecil. Diakui atau tidak, membaca merupakan langkah yang baik untuk memulai sebuah perubahan dan keadaan. Bagaimanapun membaca tetap penting dan selamanya tak akan pernah sia-sia. Kita telah mengetahui dan juga sepakat bahwa minat baca masyarakat Indonesia sangatlah rendah, bahkan yang terendah di dunia. Cukup, kami tidak ingin melanjutkan kesepakatan itu.

Kata siapa minat baca masyarakat kita rendah, yang kami yakini adalah sumber bacaannya yang rendah. Bagaimana masyarakat mau membaca, bagaimana anak-anak mau membaca jika sumber bacaannya tidk ada. Bagaimana anak akan membaca jika orangtua lebih mudah membelikan gadget keren daripada membelikan buku-buku? Dari sinilah kemudian ide awal berdirinya taman baca astina. Kami ingin menyediakan sumber bacaan untuk anak-anak, remaja, sekaligus orangtua yang ada disekitar kita. Awal mula berdirinya taman baca astina ini sebenarnya hanyalah remeh temeh dan tak ada rancangan serta perencanaan yang matang sama sekali. Bermula dari saya pribadi yang memiliki beberapa buku-buku bacaan, hanya beberapa, paling cuma lima buah buku saja, dan itupun hanya novel. Kemudian saya membeli majalah bobo untuk bisa menarik anak-anak agar mau mulai membaca, hanya dua atau tiga majalah saja, ya ini karena keterbatasan dana. Selanjutnya buku-buku dan majalah itu kami taruh di atas meja di depan rumah, dan kami nekat mencetak baner ukuran kecil bertuliskan taman baca astina.

Pertemuan demi pertemuan yang mempertemukan
Selanjutnya kami foto buku dan majalah serta baner kecil bertuliskan taman baca itu, lalu kami posting di status facebook, bukan, bukan posting untuk meminta bantuan atau donasi atau sejenisnya. Hanya sebatas status belaka tanpa tujuan tertentu. Dari postingan pertama ini, ternyata mendapatkan respon positif dari salah satu teman kami yang kebetulan juga mempunyai pemahaman dan minat yang sama, membaca. Namanya adalah Danar Prasetyo, salah satu mahasiswa semester awal di salah satu Universitas di kota Purwokerto. Karena mempunyai minat yang sama dan diia juga mempunyai buku-buku bacaan, maka selanjutnya tanpa fikir panjang kami melakukan pertemuan empat mata di suatu tempat dan mulai membicarakan tentang hasil bacaan kita masing-masing. Pada akhir pertemuan inilah munculah kesepakatan bahwa dia akan menitipkan buku-bukunya di meja dan tempat yang nantinya akan kami sebut tempat itu sebagai taman baca astina.

Dari ide awal ini selanjutnya kami berdua sering bercerita dan berbincang tentang hasil bacaan dan sumber bacaan kita masing-masing. Karena beberapa cerita kami berdua ternyata sangat disayangkan jika hanya dinikmati berdua saja, maka kami mempunyai niatan untuk mengadakan semacam diskusi tentang berbagai peristiwa dan keadaan, terutama tentang apa yang menjadi pemikiran serta keresahan kita masing-masing. Ternyata waktu mengaminkan doa dan harapan kami, sehingga tidak lama kemudian terciptalah diskusi-diskusi itu, kami namai diskusi itu dengan nama “forum diskusi sega brekat”. Dari diskusi-diskusi ini kami memulai menyebarkan virus gemar mebaca pada remaja dan pemuda di sekitar kita. Pada diskusi ini kami memulainya dengan membaca satu artikel atau suatu cerpen lalu kami bicarakan dan diskusikan artikel atau cerpen itu bersama-sama. Dan pada akhir diskusi kita tidak lupa menggaris bawahi point point penting serta kesimpulan dari diskusi kita untuk selanjutnya kami tuliskan di blog.

Selanjutnya dari berbagai diskusi yang kita lakukan, kita dipertemuan dengan beberapa teman yang sepemahaman dengan kita juga, namanaya adalah Rakhmawati Nurul Fadilah, remaja putri yang ternyata juga hobi membaca dan mempunyai berbagai koleksi buku-buku. Yang selanjutnya kami tahu ternyata dia ini juga pengelola dan pengurus perpustkaan desa Kebasen. Darinya kita dapat mengakses buku-buku lebih bayak lagi untuk menambah bahan dan referensi diskusi kami. Diskusi demi diskusi telah terlewati, mengantarkan pertemuan kita pada pemuda yang mengaku keren dan tampan, Dwi Nugroho namanya, mahasiswa semester akhir di salah satu Universitas di Purwokerto. Karena dia juga mempunyai buku-buku bacaan, ahirnya dia juga menitipkan buku bacaannya di tempat yang nantinya kami sebut taman baca astina. Satu tokoh yang jangan sampai terlewatkan ceritanya, Eko Sugiyantoro namanya, seorang staff muda di salah satu Madrasah Aliyah di kecamatan Kebasen juga sering ikut bergabung dengan diskusi kami. Keresahannya adalah kenapa perpustakaan di madrasahnya selalu sepi, dia selalu ingin tahu tentang banyak hal, selalu mempunyai pemikiran dan terobosan yang lebih maju dari kami, terutama dalam hal pengembangan. Satu tokoh terakhir yang bergabung dengan kami adalah seorang pegawai muda bernama Diksi Eling Yahreno. Dia ini mempunyai ambisi yang tinggi untuk memulai menyebarkan virus baca disekitar kita. Landasan pemahaman politik yang dimilikinya menjadi tambahan wawasan bagi kami nantinya.

Forum diskusi sega brekat
Dari namanya saja sudah terlihat tak biasa. Ya, karena memang tujuan kami membuat forum diskusi ini juga tak biasa. Makna dari sega adalah nasi, nasi merupakan makanan pokok dari masyarakat Indonesia. Jika perut saja setiap hari butuh nasi untuk bisa memiliki energi, maka begitu juga dengan otak. Harapan kami dari forum diskusi ini peserta bisa memperoleh asupan yang sehat dan bergizi untuk otaknya. Sedangkan brekat adalah berasal dari bahasa arab “barokah” artinya adalah keberkahan. Makna dari keberkahan itu sendiri adalah bertambahnya kebaikan. Jadi jelas sudah makna sega brekat ini adalah memberi asupan bergizi untuk otak agar menjadikan pemilik otak semakin baik lagi.

Mengenal lebih jauh tentang forum diskusi, bahwa forum diskusi sega brekat ini mewadahi para remaja usia SMA dan sebagian mahasiswa untuk membicarakan banyak hal, mulai dari agama, politik, budaya, dan sastra. Tak hanya sekali dua kali diskusi ini dilakukan, hampir setiap satu bulan dua kali. Hasilnya adalah terbentuk mindset dan pola pikir pada peserta diskusi. Pola pikirnya tentunya berbeda dari pola pikir remaja umum dan kebanyakan. Selain itu juga dengan adanya forum diskusi ini, mereka mulai suka membaca. Karena setiap sebelum diskusi dimulai kami pasti menyempatkan membaca materi diskusinya. Kemudian keinginan untuk menambah wawasan juga semakin terbangun. Intinya diskusi sega brekat ini menginspirasi para remaja peserta diskusi.

Tetapi waktu tak selamanya berpihak kepada kami. Sebagian besar dari peserta diskusi adalah pelajar SMA yang hampir lulus. Sehingga ketika saatnya pengumuman kelulusan tiba, kami bersiap-siap untuk merelakan mereka pergi merantau mencari kehidupan yang lebih layak. Karena memang mindset masyarakat di sini adalah ketika anak selesai sekolah ya harus siap pergi ke ibu kota untuk mengais rupiah dengan lebih banyak dan lebih mudah. Sehingga waktu berhasil membuat kita hampir menyerah. Kami kehilangan kader-kader yang militan, kami kehilangan peserta keren yang ada dalam forum diskusi sega brekat ini. Tinggalah kami para pemuda desa pengangguran yang menyusahkan pemerintah.

Anjangsana untuk lebih mengenal budaya
Meskipun yang tersisa hanya segelintir pemuda saja, kami tetap melanjutkan diskusi ini. Hanya dengan lima atau enam peserta kami melanjutkan diskusi sederhana kami, tetapi dari diskusi ini malah justru memunculkan ide untuk mencari dan mengkaji budaya yang ada di sekitar kami. Selanjutnya langkah yang kami ambil adalah mengunjungi para budayawan, seniman, atau sastrawan yang ada di sekitar Kabupaten Banyumas.
Sastrawan dan seniman kami kunjungi ke kediamannya satu persatu. Dan hampir semuanya kami kunjungi di malam minggu, karena sebagai jomblo yang sedang memperkeren diri ternyata juga terkadang mempunyai perasaan sepi. Sampailah pada seorang sastrawan nyentrik yang kami kunjungi dalam kesederhanaannya. Beliau seorang penulis novel bertema sejarah yang cara menulisnya itu tidak biasa,hanya dengan menggunakan hape jadul. Dari kunjungan ini kami diberi satu novel karya dari beliau, dan kami lebih tertantang untuk menggali lebih dalam lagi.
Berkunjung dari satu seniman ke seniman yang lain itu menyenangkan, dan kunjungan-kunjungan ini ternyata mengantarkan kami pada komunitas besar yang diprakarsai oleh budayawan Emha Ainun Nadjib, jama’ah ma’iyah. Kami selalu senang menghadiri sinau bareng yang diselenggarakan oleh ma’iyyah di Purwokerto dan sekitarnya. Kami juga senang saat mengunjungi bedah bukunya mbah Sujiwo Tejo, Tuhan Maha Asik.
Ahirnya dari kunjungan-kunjungan ini kami bertemu dengan komunitas pemuda pecinta budaya, komunitas tangan merdeka. Yang ternyata juga berasal dari tempat yang sama, Kecamatan Kebasen.

Lapak baca di tempat terbuka
Setelah bertemu dengan komunitas pemuda pecinta budaya “tangan merdeka” kami memutuskan untuk melakukan kolaborasi bersama mereka. Memilih tempat bendung gerak Serayu dan mengambil waktu pagi hari untuk melakukan kegiatan kami. Pilihan ini diambil dengan alasan saat pagi dan hari minggu di bendung gerak serayu banyak masyarakat yang sengaja datang untuk joging atau hanya sekedar jalan-jalan saja. Sehingga besar kemungkinan akan melihat dan mendekat dengan kegiatan yang kami lakukan.
Kegiatan ini meliputi : Lapak baca, live musik, musikalisasi puisi, dan melukis. Kegiatan ini berjalan sekitar satu sampai dua bulan. Ini artinya kami pernah melakukan lapak baca di bendung gerak serayu ini lebih dari lima kali. Dari kegiatan lapak baca inilah kami bertemu dengan calon kader relawan yang militan. Ternyata benar, saat kami tidak lapak baca di bendung gerak serayu, anak-anak yang biasa bergabung bersama kami justru mendatangi tempat yang kami sebut taman baca astina ini.

Juguran tasawuf
Dalam kekosongan kegiatan, kami selalu menghabiskan malam minggu bersama. Bahkan tidak Cuma malam minggu saja, tetapi malam-malam yang lainnya kita juga tetap berkumpul kalo memang sedang tidak punya kegiatan masing-masing. Perkumpulan kami ini ya hanya membahas sana sini, sedikit hasil bacaan dan selebihnya memperbincangkan apa yang sedang ramai dibicarakan. Perkumpulan ini kami namakan juguran tasawuf, karena untuk bisa kumpul kita tidak perlu mengabarinya lewat watsap dan kami sampai hari ini juga belum punya grup watsap. Sehingga kami cukup menggunakan kekuatan batin untuk mengundang salah satu dari kami untuk bisa bergabung dan njugur (berbincang-bincang) sampai pagi menjelang. Terkadang di tengah kejenuhan kami berkumpul, kami sering membuat game-game sederhana. Seperti sambung kata, sambung gambar, dan sesekali kami juga membacakan puisi untuk mengusir sepi.

Menjadi lilin yang menerangi tetapi tidak habis terbakar
Karena seringnya berkumpul, kami semakin mengerti dan memahami karakter masing-masing. Sehingga kami mempunyai pemikiran jika terlibat dalam sebuah gerakan sosial kampanye membaca, tetapi jangan kemudian menjadikan kami tidak berkembang. Ahirnya kami memutuskan untuk tetap berkarya dengan pasionnya masing-masing. Dan dari hasil karya inilah kami jadi mempunyai suatu karya yang dapat kami tunjukan kepada oranglain. Diantara karya kami adalah : Film berjudul buku yang sudah di upload di youtube, tulisan di blogspot, puisi yang telah di upload di instagram, dan pengar show yang telah tayang beberapa kali di youtube juga.

Teks Faiz Ahsan Riyadi Foto Taman Baca Astina
Copyright © 2019 Kaliwedine

0 Response to "WISATA KALIWEDI"

Posting Komentar